Semua bermula dari rencana family bonding di hari ulang tahun Bilal yang pertama, bukan untuk merayakan ulang tahun sama sekali, melainkan sebagai bentuk syukur dan apresiasi diri telah melewati tahun pertama sebagai orangtua. Since we believe that a birthday is a reminder there was a big day when the mother’s life changed, in all it means. So, Bilal’s birthday is not a day that he celebrates every years later on. Instead, that day belongs to me, his mother 😉 . Dan saya memilih untuk traveling keluar negeri bertiga saja untuk pertama kalinya, karena sebelumnya kami safar keluar negeri untuk silaturahim.
Lalu, mengapa Benelux? Tadinya tidak terpikirkan untuk keliling Benelux sama sekali. Kami mendapatkan tiket promo ke Venice, Italy, untuk tiga hari. Namun kami cancel karena suami sedang sangat sibuk dan tak yakin bisa meninggalkan pekerjaan dengan tenang. Tapi, sehari sebelum harinya, beliau pesan tiket kereta ke Amsterdam, meski dengan harga tergolong mahal. Padahal kami bisa dapat hingga separuh harga atau bahkan lebih murah lagi, jika memesan jauh hari. Berulah di perjalanan ke Belanda itu, saya menemukan Benelux sebagai istilah yang baru saya dengar. Menurut penjelasan Wikipedia, Benelux merupakan nama uni ekonomi di tiga negara monarki; Belgia, Belanda, dan Luxembourg. Ya, nama Benelux diambil dari awalan nama tiap negara. Didirikan pada awal 1944, Benelux bisa dikatakan sebagai pelopor Uni Eropa. Kemudian muncul do’a agar perjalanan Benelux ini menjadi pelopor perjalanan kami keliling Eropa, atau bahkan keliling dunia.
Kami selalu pilih perjalanan untuk Benelux ini di hari sabtu, pulang-pergi di hari yang sama, tanpa menginap. Kenapa? Karena Benelux tak begitu jauh dari Dortmund, bisa dilalui beberapa jam saja menggunakan kereta cepat antar negara yang cukup nyaman. Kami bisa bawa stroller bayi kami yang sebenarnya tidak travel friendly. Seperti yang tertera di judul, kami hanya membawa backpack / ransel masing-masing. Tak perlu ambil jatah libur suami, dan suami masih bisa istirahat di hari minggunya sebelum kembali bekerja pada hari senin. So, isn’t it a win win solution? ^^
BE for BELGIUM
Brüssels, 15 September 2018.
Sehari setelah perjalanan ke Belanda, saya iseng cek tiket untuk ke Brüssels. Biidznillah nemu yang murah, pake kereta cepat Thalys, tanpa transit lagi, bertiga cuma kena 75€ atau sekitar 1,3juta rupiah bila mengikuti kurs sekarang. Penuh semangat saya kasih liat suami, gak begitu berharap bakal di-acc suami. Ternyata, begitu liat, beliau langsung pesan tikatnya tanpa pikir panjang. Saya pun lumayan surprised, alhamdulillah.
Ini adalah perdana kami menggunakan Thalys, kereta berkecepatan tinngi dari/ke Brüssels dan Paris. Kebetulan Dortmund masuk salah satu rute destinasi terujung, terawal ataupun terakhir. Kami ambil jadwal sepagi mungkin, berangkat sebelum subuh dari rumah. Kereta Thalys ini sebenarnya cukup nyaman, hanya saja karena stroller bayi harus ditaruh bagasi, jadilah Bilal harus duduk bersama kami. Hal ini membuat Bilal tidur cuma sebentar di awal perjalanan, sisanya yaa eksplorasi. Terlebih di perjalanan pulang kami bertemu dengan keluarga yang berbahasa Rusia, anaknya yang berusia sekitar tujuh tahun bercanda terus sama Bilal mashaaAllaah. Ekspektasi lama perjalanan sekitar lima jam, terasa lama dan melelahkan karena bayi gak tidur. Lalu, saat menuju Brüssels, meski kereta berangkat tepat waktu dari Dortmund, qadarullah masinis harus menggunakan jalur yang lebih jauh sedikit karena sedang ada perbaikan di jalur biasa. Sehingga, kami pun tiba di Brüssels sejam lebih siang dari yang direncanakan.
Begitu tiba di stasiun Gare du Midi, kami langsung membeli One Day Ticket seharga 7,5€ (sekitar 130rb rupiah bila mengikuti kurs saat ini) untuk transportasi keliling kota seharian. Berdua jadi 15€, Bilal bebas tiket. Menurut kami ini terbilang murah, melihat sarana transportasi publik disana yang cukup nyaman. Sistem transportasi disini sangat jelas dan mudah dipahami, atau kita bisa ikuti saja petunjuk dari google maps. Hanya saja, saya mendapatkan pengalaman menarik mengenai trem kota Brüssels ini. Yakni, apabila masinis sudah menutup pintu kereta untuk bersiap pergi meninggalkan stasiun, maka jang pernah coba untuk memaksa masuk karena kalian akan beresiko terjepit pintu kereta yang tak kenal ampun. Ini saya sempat alami sendiri di Brüssels, kami telat sepersekian detik, namun karena bawa stroller bayi, jadi lumayan menghambat gerak. Saya pun berinisiatif untuk menaruh pergelangan tangan saya, yang saat itu tengah menggenggam ponsel, mengira bahwa dengan begitu pintu kereta akan terbuka kembali dan membiarkan kami untuk masuk seperti sistem trem di Dortmund. Tapi ternyata dugaan saya salah, pintu kereta menghimpit cukup lama, hingga saya pun merasakan sakit. Barulah pintu terbuka dan kami masuk kereta dengan MALU, ditambah Pak Masinis yang mengecek keadaan kami dengan tampang super bengis. Nyaris menangis seketika saya, bukan karena sakitnya, tapi karena malunya huhu. Alhamdulillah, masih selamat.
Destinasi pertama kami adalah Atomium, sekitar setengah jam dari stasiun Gare du Midi. Kami diturunkan di satu stasiun sebelum stasiun terdekat dengan Atomium. Boleh menunggu kereta selanjutnya, tapi kami memilih untuk berjalan kaki. Sebelum tiba di area Atomium, kami melihat ada entrance gates untuk semacam Planetarium, anak-anak yang sedang bermain hockey di lapangan, dan Mini Eropa. Berhubung tema jalan-jalan kami saat itu adalah backpacking, maka kami memilih destinasi wisata yang gratis saja haha. Lagi pula, Bilal belum begitu mengerti hal-hal seperti itu. Kalau ada rizkinya mungkin kami akan kembali lagi ketika Bilal sudah lebih besar untuk mengunjungi Mini Eropa di Brüssels inshaaAllah.
Di Atomium kami hanya ngemper di tamannya, makan bekal, dan sesi foto as it’s a must! 😀 Kondisinya saat itu cukup ramai, agak kurang rapi karena banyak perintilan bekas atau bakal event. Tapi untuk destinasi wisata yang mainstream dan di akhir pekan, alhamdulillah masih terhitung lumayan sepi lah. Kami tidak mengambil tur dalam Atomium karena sekali lagi, kami cari yang gratis haha. Di sekitar Atomium pun banyak area buat dieksplor kok. Eh iya, saya beli tempelan kulkas disini seharga 7€, mahal! Jangan mau beli di Atomium, di sekitar Grand Palace lebih banyak variasi dan bisa dapat lebih murah pula. Saya terpaksa beli karena khawatir tidak menemukan toko souvenir lagi. Sedangkan saya mengoleksi tempelan kulkas dari setiap kota atau negara yang kami kunjungi.
Tak berlama di Atomium, kami bergegas mencari Masjid untuk menunaikan shalat dzuhur dan ashar sekalian dijamak. Inilah salah satu hikmah traveling yang saya suka, bisa melaksanakan sunah safar yang salah satunya adalah menggabung waktu shalat dan meringkas jumlah rakaatnya. Kurang lebih setengah jam lagi dari Atomium menuju Masjid Agung Brüssels, menggunakan trem, tapi juga jalan kaki lumayan jauh. Di trem suami sempat bilang kalau beliau kurang suka kalau kami traveling yang lama di moda transportasi seperti ini, beliau lebih suka berjalan kaki dan eksplorasi. Jadi biar jalan kaki lumayan jauh, kami justru sangat menikmatinya. Memang sih, jarak dari beberapa spots turistik di Brüssels seperti Atomium dan Masjid Raya ini saja butuh waktu masing-masing setengah jam untuk mencapainya. Bahkan suami rela tidak mengunjungi Jean Claude van Damme Statue karena persoalan lama di jalan ini. Ya walaupun sebenarnya di tiap titik terdapat lebih dari satu destinasi, tetap harus bijak menyusun itinerary mengingat waktu kami di Brüssels terbatas.
Masjid Agung Brüssels terletak di kawasan elit European Quarter, yang merupakan kawasan markas pusat Uni Eropa. Tak heran sepanjang jalan dari stasiun ke masjid, kami melalui beberapa bangunan-bangunan megah nan modern. Saya sempat bergumam, “Wah, kaya di New York yaa Mas!”. Gaya banget, sok tahu, padahal belum pernah ke Ameriki sama sekali haha. Masjid ini adalah Masjid tertua di kota, yang tadinya adalah sebuah museum. Masjidnya luas, terlihat sudah berumur memang, namun terjaga kebersihannya mashaaAllah. Ketika kami datang, ada beberapa pemuda yang sedang duduk-duduk di ruang depan Masjid, mereka siap membantu menunjukkan arah dengan ramah. Setelah shalat, saya menyusui Bilal untuk mengosongkan PD dan memberinya smoothie untuk cemilan. Kami diberi akses ke ruang kelas di Masjid untuk mengganti diapernya Bilal. Nah, setelah selesai, kami melipir sebentar ke taman bermain yang cukup besar persis di sebelah Masjid. Bersih, rata-rata playground di Eropa memang terawat dan sangat diperhatikan pemerintah sepertinya. Banyak anak-anak yang sedang bermain bersama orangtua dan teman-teman mereka, Bilal pun senang untuk ikut bermain disana.
Setelah dari Masjid (dan playground), kami mampir ke Carrefour Express untuk jajan sedikit. Sudah masuk jam makan siang, kami pun mencari kentang goreng khas Belgia. Eh di jalan, kembali ke kawasan elit yang kami lewati sebelumnya, kami menemukan Parc du Cinquantenaire yang merupakan taman terkenal di Brüssels. Ternyata letaknya berdampingan dengan Masjid Agung Brüssels tadi. Sebenarnya taman ini sama sekali tak masuk itinerary kami, tapi qadarullah Allah bimbing langkah kaki kami untuk sampai kesana mashaaAllah. Seandainya punya waktu lebih banyak di Brüssels, kami akan bersantai dengan piknik di taman yang indah ini.
Hari sudah semakin sore, kami pun bergegas ke pusat kota lagi, mendekati stasiun Gare du Midi lagi untuk bersiap pulang. Kami mengincar Belgium Waffle dan Holland Frites di perjalanan singkat ke Belgia ini. Setelah menempuh another half an hour dari kawasan elit European Quarter tadi, kami tiba di area Grand Palace. Ini adalah pusatnya destinasi turistik yang mainstream di Brüssels. Dengan hanya berjalan kaki, kita dapat mengunjungi Mannekin Piss Statue, Grand Palace, Mural Tintin, dan jajan-jajan cantik karena banyak toko-toko menghiasi tiap sudutnya. Kalau kalian punya waktu super singkat, sepertinya jalan-jajan di daerah ini saja sudah cukup mewakili itinerary jelajah Brüssels, banyak hal-hal yang Brüssels banget bisa kita lihat disini. Ditambah stasiun yang berjarak sekitar sepuluh menit dengan hanya berjalan kaki.
Pas banget mau ke Grand Palace, di jalan dari stasiun kami berpapasan dengan mini karnaval iring-iringan gitu. Beberapa pria berskostum bermain musik, berdansa, sambil sesekali membagikan jeruk. Entah dalam rangka apa, tapi ini cukup menghambat jalan kami. Kami pun mencoba mencari jalan alternatif dengan memasuki salah satu bangunan pusat perbelanjaan, dan surprisingly kami keluar di gang kecil yang super adventourous. Seperti hidden gem yang biasa kami lihat di film-film barat. This is what we love! Get lost and find something wonderful, even just as simple as the hidden street like we’ve been at in Brüssels. MashaaAllah.
Kami sempat mampir ke toko souvenir di daerah Grand Palace ini. Seperti yang sudah saya sampaikan sebelumnya, tempelan kulkas disini lebih bervariasi, gemes-gemes, harganya jauh lebih murah (saya beli dua magnet yang dibandrol 3€-an satunya), dan kebetulan pemilik toko yang kami kunjungi adalah muslim juga. Beliau memberi salam, dan melayani dengan ramah. Indahnya ukhuwah, dimana saja asal masih di bumi Allah, selalu merasa di rumah tiap bertemu saudara seiman lainnya. MashaaAllah.
Kami mencari waffle, tanpa lebih dulu research kedai waffle mana yang terbaik. Kami hanya berjalan, mengikuti langkah kaki. Dua-tiga kedai waffle kami temui dan nampaknya tidak menarik. Begitu sudah hampir di ujung jalan, barulah kami menemukan kedai waffle yang menarik perhatian kami. Menurut bisik yang terdengar dari turis lain, ini adalah kedai waffle terbaik di Brüssels. Sayang, antreannya mengular sangat panjang. Sedang kami harus bergegas. Maka, kami memutuskan untuk membeli waffle di kedai waffle yang selanjutnya kami temukan. Sama mengantre, namun tak sepanjang antrean kedai waffle sebelumnya. Nama kedainya Waffle Factory. Mereka menyediakan 100% homemade waffle yang seluruh bahannya, bahkan adonannya dibuat se-fresh mungkin. Sekeping Brüssels waffle dihargai 3€ dengan aneka pilihan topping berkisar 1€/2€ per varian topping. Enak, cuma tidak mengenyangkan. Tak apalah, demi pengalaman makan Belgium waffle langsung dari tempat asalnya kan kapan lagi? Lokasinya persis berseberangan dengan mural Tintin, jadi kami menikmati waffle hangat yang lezat sambil memandangi mural Tintin, dan tentunya busy streets yang terkesan Brüssels banget.
Target selanjutnya adalah Frites, alias kentang goreng. Saya sempat research singkat, dan hasilnya saya menemukan kedai Frites yang paling direkomendasikan banyak orang di internet, berada tak jauh dari mural Tintin. Yakni, kedai Mannekin Piss Frites. Saya melihat plangnya memang tak jauh dari kedai waffle. Namun begitu dihampiri, ternyata bukanlah kedai kentang goreng yang kami dapati, melainkan bar and resto. Dan, surprisingly lagi, kemi justru menemukan Mannekin Piss Statue di seberang bar tersebut. Sebenarnya saya tak masukkan Mannekin Piss Statue ini dalam itinerary kami, namun sekali lagi qadarullah Allah membawa langkah kaki kami kesana mashaaAllah. Patung anak kecil yang sedang buang air kecil, buat saya sih kurang menarik. Tapi cukup menarik ternyata historical story patung tersebut yang saya dengar dari video blognya pasangan penggemar sepak bola, Darius Sinathrya dan Donna Agnesia. Diceritakan bahwa asal mula patung ini adalah ketika suatu hari ada seorang anak kecil yang tersesat, keliling kota dan kebetulan ia menemukan sumbu yang menyala saat ia kebelet. Jadilah ia dengan polosnya buang air kecil sembarangan di sumbu api yang menyala tersebut, sehingga apinya padam. Ternyata oh ternyata, sumbu yang menyala tersebut adalah sumbu yang dipasang oleh musuhnya Belgia pada masa itu untuk meledakkan seluruh kota. Maka, dibikinlah patungnya si anak kecil tadi sebagai bentuk menghargai jasanya yang tak sengaja menjadi pahlawan kota.
Kemudian, kami sambil setengah berlari, mengikuti petunjuk arah dari google maps untuk mencapai Mannekin Piss Frites, yang ternyata bukan Mannekin Piss Frites yang kami maksud. Tapi, alhamdulillah, kedai Mannekin Frites ini mengantongi label halal. Kentang goreng dengan label halal? Baiiik XD . Frites ternyata potongannya besar, dan terbaik dinikmati saat masih hangat. Seingat suami harganya sekitar 5€, kami ambil yang ukuran medium. Berhubung kami dikejar waktu, Frites kami pun masih sangat panas, maka kami berlari kecil ke stasiun Gare du Midi. Ini nih, satu hal lagi yang jadi pelajaran, teliti cek waktu keberangkatan kereta. Suami sempat missed, sehingga berakhir kami harus berlari mengejar kereta. Subhanallah, seru sih tapinya haha.
Alhamdulillah, seharian penuh menjelajah Brüssels. Another bucketlist is checked! ^^. Sampai di Dortmund sudah tengah malam, kami menyempatkan beli makan malam di stasiun untuk dimakan di rumah. Lalu kami tidur dengan nyenyak karena kelelahan. So, kesan kami untuk perjalan kali ini adalah bersyukur. Kenapa? Karena trip ini memberikan banyak pelajaran dan pengalaman baru yang sangat berharga, kami dapat mengunjungi beberapa tempat-tempat menarik di luar itinerary yang kami buat, dan perjalanan ini terasa lebih rileks alias gak seriweuh dan grasak-grusuk dikejar waktu seperti trip sebelumnya ke Belanda. Mungkin karena belajar dari pengalaman juga kali ya? Hehe. Ohiya, di Brüssels ini, terutama di stasiun atau tremnya, kami bertemu dengan orang-orang asing yang sepertinya bukan orang Belgia asli. Entah itu turis atau penduduk asli. MashaaAllah.
Indeed, we hope to visit this beautiful city again for its authentic foods lol, and visit Jean Claude van Damme Statue as Mr Husband wishes for. Hopefully we will get the chance to visit other cities around as well, inshaaAllah.
Last but not least, sebelum mengakhiri artikel ini, saya ingin mengingatkan kita semua, terlebih saya sendiri, untuk tidak lupa memulai sesuatu dengan asma Allah sehingga apapun akan dinilai ibadah inshaaAllah. Traveling bukan untuk senang-senang atau foya-foya ajang pamer semata, tapi juga bisa mengambil keutamaan safar yang diantaranya; perbanyak berdzikir dan berdoa. Karena salah satu doa yang dikabul adalah doanya seorang musafir. Jadi, saat traveling jangan cuma inget foto-foto, ingatlah juga dzikir dan doa biar perjalanan kita membawa keberkahan dan kebaikan, semoga Allah ridha dan senang, lalu Allah kasih kesempatan untuk traveling lagi dan lagi deh. Aamiin.
Sudah dulu yaa. Sampai bertemu di perjalanan selanjutnya!
Salam,
Nabilal.