Browsing Category

Hobby

Hobby

Simplicity Books That Nabila Read in 2018

2. March 2019

 

The Life-Changing Magic of Tidying by Marie Kondo

Sebelum baca buku ini, kami sudah declutter beberapa kantong besar. Kemudian, kami mengulang lagi dari step paling awal, dan kami masih bisa mengumpulkan ENAM kantong besar pakaian that doesn’t spark joy.

Penasaran dengan buku ini setelah lihat instastorynya Kak Nadhira Arini, pas banget momennya dengan kemumetan keluarga kami (terutama saya pribadi) dengan kondisi rumah yang rasanya tak kunjung sampai pada titik kerapian yang diharapkan. Padahal kami sudah memperbaiki sistem dan intensitas bebenah kami, baik secara kuantitas, maupun kualitas. Namun tetap saja, saya selalu merasa mumet di rumah, sering ngedumel, bahkan sampai cukup depresi yang mengganggu keharmonisan keluarga kami. Bahaya kan? Makanya saya langsung gercep buat lahap buku ini sampai tuntas, dan langsung sambil mempraktikan setiap langkahnya berdua dengan suami. And it is truly life-changing! I have no idea what to say, I’m just so grateful to find this what so called KonMarie method, mashaaAllaah. Kalau kamu bukan tipe yang suka baca buku, there is KonMarie method series already available in Netflix. Dari buku ini, saya menyadari bahwa tidying up is one of my favorite things to do even since I was kid. Boleh tanya keluarga saya di Bogor, kalau saya sering banget tiba-tiba bebenah kamar, lemari buku, meja belajar, dsb. I know I’m not good on keeping my room clean, but really, I love to tidy up. Mainly on declutter things and make more space. Semacam terapi buat saya, sebuah kenikmatan sendiri menyaksikan perubahan ‘before‘ dan ‘after‘ yang signifikan. All I need is to find the right way to do it, and KonMarie method is just simply an answer to what I’m looking for. Beberes rumah pun jadi menyenangkan, alhamdulillah.

Goodbye Things by Fumio Sasaki

Beli buku ini di Amazon karena sering muncul sebagai suggestion sejak order bukunya Marie Kondo, dan tertarik dengan ilustrasi yang ditampilkan oleh penulis; rumah yang sangat super minimalis. Adem aja liatnya, menggambarkan salah satu cita-cita besar saya. Benar saja, di awal buku, kita akan disuguhi oleh sejumlah foto dari beberapa pelaku gaya hidup minimalis. Penulis juga menunjukkan perbedaan ‘before‘ dan ‘after‘ kondisi rumah beliau saat memulai hidup minimalis, ‘satisfying‘ gitu juga lihat perubahannya yang signifikan. Namun sayang, setelah memasuki separuh akhir buku, bacaannya jadi membosankan. Atau mungkin karena belum lama saya membaca buku sejenis sebelumnya, jadi terkesan isinya kurang lebih hanya pengulangan saja.

Ada satu yang sangat membekas setelah membaca buku ini, bahwa kita hanya menikmati sesuatu yang baru hanya sebentar. Gadget baru, pakaian baru, prestasi baru, bahkan mungkin status baru, excitement-nya hanya bertahan beberapa jam saja. Selanjutnya yaa jadi biasa aja. Dan teori ini didukung oleh beberapa orang sukses di Jerman yang menyatakan demikian juga. Yap, dunia ini memang sifatnya sementara. Setiap kondisi ada masanya. Kalau kata lirik nasyid mah namanya dunia bagi manusia ialah bak air laut, diminum akan menambah haus. Buku ini cukup menyadarkan ketika diri mulai mabok ‘air laut’ tersebut. MashaaAllaah.

Zero Waste Home by Bea Johnson

Hobby

Parenting Books That Nabila Read in 2018

1. March 2019

Assalamu’alaykum, pembaca. Apa kabar? Setelah beberapa pekan gak rilis artikel baru, saya permisi mau bersihin debu-debu di web ini dulu deh yaa hehe. Walaupun rilisnya keduluan oleh beberapa artikel, ulasan mengenai beberapa buku dalam bahasa inggris yang saya baca selama setahun ini (feb ’18 to feb ’19) merupakan tulisan pertama yang saya susun di tahun 2019, yang semoga dapat mengawali kemajuan produktifitas menulis tahun ini. Mohon aamin-nya, teman-teman. Terima kasih. Btw disclaimer sedikit nih, artikel kali ini percampuran bahasa Inggris dan Indonesia sangat sulit dikendalikan. Singkatnya, ‘jaksel abis’ kalau menurut istilah zaman sekarang mah. Harap maklum. :’)

Baby-Led Weaning by Gill Rapley and Tracey Murkett

Jadi, bermula dari Little Bee, Bilal, yang memasuki fase baru dalam hidupnya, yakni mengenal Makanan Pendamping ASI alias MPASI. Menurut WHO, bayi dianjurkan untuk mengenal MPASI di usia 6 bulan. Nah, Bilal genap setengah tahun di bulan Februari 2018 lalu. Walau sebenarnya Bilal sudah mulai dikenalkan menu tunggal MPASI bertekstur puree/bubur beberapa hari lebih awal dari yang disarankan WHO, namun Bilal masih ASI-only tanpa MPASI selama sekitar dua atau tiga pekan setelah sempat diberi puree. Kenapa? Alasannya sesederhana karena saya malas masak MPASI dan masih mau mempelajari ilmu MPASI. Well, it might be a lil too late, but it’s ok. I don’t exactly remember how I finally got into Baby-Led Weaning (BLW). I just asked my husband to order a BLW book from Amazon, of course at first I did some research for which book is highly recommended. And here is what we got, Baby-Led Weaning by Gill Rapley and Tracey Murkett. The fun fact is that THIS IS MY VERY FIRST BOOK I HAVE EVER READ (AND FINISHED IT)… IN ENGLISH. Yaa meski waktu sekolah dulu pernah baca buku pelajaran dalam bahasa inggris, but it was actually in bilingual. So yeah, thanks to my lovely firstborn, karenanya saya berani untuk mencoba hal baru, which is in this case is to read english book. My english is obviously not perfect, but since I read this book, I love to read more books in english. And another good thing from it is I gained so many new vocabs. Alhamdulillah.

Baca ini sambil ngemil di Backwerk, Bilal masih bayi pun nemenin sambil tidur di babyschale-nya. Good memories.

Untuk kamu yang sedang mencari tahu lebih dalam mengenai MPASI atau bahkan secara khususnya BLW, believe me this book is what you’re looking for. Buku ini sangat menarik, bahasanya mudah dipahami, penuh dengan kisah pengalaman para orangtua dalam mengenalkan MPASI ke buah hati mereka, also how to deal with the kids’ appetite. Mulai dari bagaimana agar anak mau makan, mandiri makan sendiri, dan gak picky pilih-pilih makanan. Buku ini berhasil mengusir banyak kekhawatiran saya, salah satunya adalah kekhawatiran atas kerempongan dalam menyiapkan MPASI karena mashaaAllaah dengan sistem BLW ini, Bilal bisa ikut makan bersama kami. Makan di waktu yang sama, dengan menu yang sama. Alhamdulillah, setelah setahun berlalu, sekarang Bilal makannya pintar dan lahap. Alhamdulillah lagi, Bilal jaaarang banget Gerakan Tutup Mulut (GTM). MashaaAllah. As always, saya tak bermaksud untuk merasa lebih baik dari yang tidak menggunakan sistem BLW. Bukan untuk kompetisi atau menuai perdebatan, karena setiap orangtua berhak memiliki pilihannya sendiri untuk anak mereka, and I believe every parents will take what’s best for the children. Dan harus saya akui bahwa anak saya tak sepenuhnya menggunakan BLW karena saya masih sering menyuapinya dalam beberapa kesempatan.

How to Talk So Kids Will Listen & Listen So Kids Will Talk by Adele Faber and Elaine Mazlish

Nemu buku ini karena sering muncul di suggestions tiap buka Amazon setelah beberapa waktu saya mencari buku untuk stimulasi bicaranya Bilal, pernah beberapa kali lihat di intagram juga. Iseng beli dan baca, menarik! Bagi yang visual banget, buku ini menyajikan beberapa contoh cerita bergambar. Mostly isinya memang contoh-contoh real conversations apa yang BIASANYA terjadi dalam sehari-hari dan bagaimana SEBAIKNYA itu terjadi. Walaupun belum dapat saya aplikasikan secara langsung kepada Bilal, saya mendapat banyak pelajaran sangat bermanfaat untuk hubungan saya dan suami dalam menjalani kehidupan sehari-hari. Seperti yang paling menempel, ‘never ask why’. Benar deh, sejak membaca buku ini, saya punya rem sendiri untuk bertanya alasan yang pada dasarnya hanya sebagai bentuk lain untuk menyalahkan alias blaming or accusing. Misal, kalau ada sesuatu tidak pada tempatnya, instead of asking ‘why is it there?’ or ‘who puts it there?’, I prefer to say ‘it’s not place for it, it belongs to its own place here or there’. Jadi efeknya pun berbeda kan, lebih damai bukan? Buku ini benar-benar membuat kita lebih berhati-hati dalam memilih diksi dalam berbicara, sekali lagi, tidak hanya kepada anak-anak. Namun, sejujurnya saya memilih untuk tidak menamati buku ini, mungkin lain waktu ketika Bilal sudah lebih besar dan lebih bisa diajak bicara. But, actually, this book is better to read in advance as preventive to not make mistakes. Saya rekomendasikan buku ini untuk kamu yang berinteraksi dengan anak-anak atau bahkan remaja.

Be Bilingual by Annika Bourbogne

Galau karena khawatir Bilal mengalami speech-delay atau telat berbicara karena secara genetik dari ibunya yang telat bicara dan didukung oleh qadarullah Bilal harus mengenal LIMA bahasa (Indonesia, Inggris, Jerman, Arab dan Sunda) secara langsung sejak lahir. Ditambah, kelihatannya Bilal belum banyak ngoceh seperti anak-anak seusianya. Hasil pencarian saya berujung pada buku ini, yang berhasil menenangkan kekhawatiran dan menghilangkan pikiran negatif. I finally undertand that it’s totally fine, just takes some time. Penulis buku ini adalah seorang ahli di bidangnya, dimana bisa dikatakan buku ini merupakan hasil thesisnya, yang mengartikan bahwa buku ini mengandung penjelasan ilmiah yang masuk akal dan teruji melalui sejumlah pengalaman para keluarga multi-lingual di seluruh dunia. Disertakan pula beberapa alternatif untuk memancing minat bicara anak, agar anak tak hanya memahami, tapi juga cukup fasih dalam semua bahasa. Mantul!

Simplicity Parenting by Kim John Payne with Lisa M. Rose

Rich Dad Poor Dad by Robert T. Kiyosaki

Hobby

From Saving Some Cents to Have A Vacation

9. February 2019

Bang bing bung yok kita nabung, tang ting tung yok jangan dihitung, tahu-tahu nanti kita dapat untung.

Terinspirasi dari “Gerakan Penghijauan” atau “Nabung 20rb Rupiah”, yang tiap menemukan uang 20rb (PUNYA SENDIRI LHO YAA HEHE) langsung ditabung, saya sempat coba menerapkan di uang kertas euro; 20€ dan 5€. Gagal, masih terlalu tempting buat dibelanjakan. Nah yang bertahan aman di celengan adalah koin 1€ dan cents.

Sejak dulu di Indo, jujur saja, saya memang gak suka nyimpen/pakai koin. Kalau ada kembalian koin, seringnya gak diambil. Tapi berbeda dengan koin Indo yang receh banget ibaratnya, disini koin 1€ atau 2€ lumayan, bisa buat beli roti. Menabungnya dirasa lebih mudah karena dipakai enggan, sedangkan dibuang sayang. Selain itu, koin 1€ yang paling mendekati nilai 20rb rupiah.

Kalau nabung cents, sebenarnya lebih ke meneruskan habits suami. Awal disini, suami beberapa kali sempat menegur pas liat saya biarkan cents saya jatuh tanpa dipungut lagi. Lalu suami tunjukkan sepeci cents yang beliau berhasil kumpulkan. Beneran tempatnya di peci dong haha. Lalu, besok harinya kami ke atm, menukar receh tersebut. Terkejutlah awak ketika sepeci recehan itu bisa senilai belasan euro, atau ratusan ribu bila dirupiahkan.

Kemudian saya beli dua toples bening untuk menabung koin 1€ dan cents. Jadi, sejak hamil Bilal, tiap dapat kembalian 1€ atau cents, itu jadi hak sy untuk dicelengin. Iya, udah deal kalau ini tabungan saya hehe jadi sesuka saya kapan dan untuk apa digunakan. Awalnya belum tahu mau untuk apa uangnya nanti, nabung aja dulu mana tahu suatu saat dibutuhkan.

Nah, akhir tahun lalu iseng menukarkan celengan 1€ ke atm. Alhamdulillah lumayan, dapet ratusan euro, beberapa juta kalau dirupiahkan. Sempat overwhelming mau dibelanjakan ini-itu, tapi akhirnya milih buat “investasi” saja, yaitu piknik sederhana untuk Nabilal. Kebetulan bulan depan 3rd wedding anniversary kami juga hihi inshaaAllaah. Jumlah celengannya emang gak memenuhi sih, harus dibantu uang saku. Dua bulan ini gak jajan deh huhu. Alhamdulillah tapinya, kemarin saya bisa booking flight dan airbnb pakai hasil tabungan sendiri. MashaaAllaah, bahagianya bukan main. Terharu akutu!

Ini sharing aja ya. Semoga ada manfaatnya, terutama buat buibuk niih hihi. Pengingat diri juga buat tetap semangat menabung, karena setelah ngosongin celengan ya sekarang harus mulai dari nol lagi hehe.